Menjelang tutup tahun seperti sekarang ini, merupakan typical days bagi staff, manager sampai ke director :

Bagi rekan-rekan yang berposisi di bagian Accounting dan keuangan, audit session baru saja lewat, waktunya bikin adjustment-adjustment bukan.

Artikel menjelang tutup tahun 2008 ini, saya dedikasikan khusus untuk rekan-rekan yang masih harus bekerja keras untuk melakukan “pekerjaan-pekerjaan akhir” menjelang tutup buku, yaitu ADJUSMENT, RE-CLASSIFICIATION & CORRECTION works.



Apakah ada diantara rekan-rekan yang masih bingung untuk membedakan ADJUSTMENT, RE-CLASSIFICATION & CORRECTION ENTRY ?. Atau mungkin belum tahu bagaimana cara melakukannya ?

Okay…. berikut ini adalah pengetahuan dasar mengenai adjustment, re-classification dan correction entry beserta prosedurnya.



ADJUSTMENT (Penyesuaian)

Diperlukan Adjustment Entry (ayat jurnal penyesuaian), apabila : SALAH MENERAPKAN PERLAKUAN AKUNTANSI, dan DIKETAHUI DI TAHUN BUKU YANG SAMA yaitu :

(-) Mengakui transaksi terlalu besar atau terlalu kecil
(-) Saat pengakuan (tanggal transaksi) terlalu dini atau terlalu dibelakang
(-) Menerapkan Methode penyusutan aktiva yang tidak sesuai

Adjustment entry dilakukan SEBELUM PENUTUPAN BUKU (sesaat setelah jurnal asli di posting maupun menjelang penutupan buku).

Prosedur Adjustment Entry :

(1). Siapkan bukti transaksi yang perlu di sesuaikan (to be adjusted).

(2). Print out General Ledger Detail beserta Detail Transaction Register yang mengandung transaksi yang harus di adjust.

(3). Cari tahu mengapa perlu di adjust, dan mengapa terjadi demikian.

(4). Tentukan terlebih dahulu besarnya nilai transaksi yang seharusnya terjadi, lalu bandingkan dengan jurnal entry yang pernah di masukkan. Dengan demikian maka kita akan mendapatkan “selisihnya”.

(5). Siapkan Daftar Adjustmen Entry yang akan direkomendasikan (Recommended Adjustment Entry List).

(6). Konsultasikan permasalahan yang ada dengan atasan (chief accounting/Accounting Manager). Jangan Lupa minta tanda tangan beliau sebagai pihak yang mengetahui (acknowledge incharge).

(7). Mohon persetujuan (Adjustment Entry approval) kepada Financial Controller

(8). Lakukan Adjustment Entry hanya setelah mendapat approval dari Financial Controller atau atasan lain yang diberikan mandat


Cara Melakukan Adjustment Entry :

Debit Perkiraan yang terlalu kecil diakui dan credit lawan rekening-nya sebesar nilai selisihnya.

Contoh :

(a). Pembelian Raw Material Rp 1,000,000 terlalu besar di akui.


Adjustment Entry-nya :

[-Debit-]. Kas (Utang pada Vendor A) = Rp 1,000,000
[-Credit-]. Raw Material = Rp 1,000,000

(b) Piutang kepada vendor C Rp 1,500,000 diakui terlalu kecil

Adjustment Entry-nya :

[-Debit-]. Piutang Dagang Vendor C = Rp 1,500,000
[-Credit-]. Sales = Rp 1,500,000

……….dan sebagainya.


Khusus masalah “saat pengakuan” yang tidak sesuai :

Entah terlalu dini atau terlalu dibelakang diakui, penanganan masalah “saat pengakuan” (tanggal) yang keliru tergantung dari kebijakan manajemen perusahaan masing-masing. Jika kesalahan “saat pengakuan” atau salah tanggal, terjadi TIDAK MELEWATI CUT-OFF DATE (tanggal pisah batas) periode laporan, maka hal tersebut bukanlah persoalan yang serius. Akan tetapi khusus rekening UTANG atau PIUTANG persoalan tanggal adalah critical, karena sangat mungkin akan berpengaruh terhadap discount (potongan harga/rabat) yang harus diterima atau diberikan. Jadi tetap harus disesuaikan.


RE-CLASSIFICATION (Reklasifikasi)

Re-classification Journal Entry (Jurnal reklasifikasi) diperlukan apabila : TRANSAKSI DI POSTING (dicatat) KE DALAM ACCOUNT YANG TIDAK SESUAI, sehingga perlu dilakukan REKLASIFIKASI.

Prosedur re-classification pada dasarnya sama saja dengan prosedur adjustment. hanya saja, mungkin tidak diperlukan bukti-bukti transaksinya, yang diperlukan hanya “Printout General Ledger Details”

Contoh :

Pemebelian “Office Equipment” terlanjur diposting ke rekening “Office Supplies”. Nampak pada Detail Transaction Register sebagai berikut :
[-Debit-]. Office Supplies = Rp 5,000,000
[-Credit-]. Cash = Rp 5,000,000.


Reklasifikasi dilakukan dengan 2 cara, yaitu :


(a). Di Reclass dengan 2 langkah:

Langkah-1: Reversal Journal

[-Debit-]. Cash = Rp. 5,000,000
[-Credit-]. Office Supplies = Rp. 5,000,000

Langkah-2: Posting ke rekening yang sesuai

[-Debit-]. Office Equipment = Rp. 5,000,000
[-Credit-]. Cash = Rp. 5,000,000


(b). Satu Langkah : Langsung direclass

[-Debit-]. Office Equipment = Rp. 5,000,000
[-Credit-]. Office Supplies = Rp. 5,000,000



CORRECTION JOURNAL (Pembetulan)


Correction Journal (Pembetulan) diperlukan apabila terjadi:

(-). Salah perlakuan akuntansi (transaksi terlalu besar/terlalu kecil diakui)
(-). Salah klasifikasi (transaksi terposting ke rekening yang tidak sesuai)

dimana KESALAHAN DIKETAHUI SETELAH PENUTUPAN BUKU. Untuk itu diperlukan jurnal koreksi.

Inisiatif koreksi biasanya berasal dari pihak eksternal dalam hal ini adalah auditor eksternal yang menemukan mis-statement, sehingga diusulkan supaya dilakukan koreksi.


Koreksi dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(-). Apabila koreksi diperlukan terhadap rekening-rekening yang terdapat dalam kelompok rekening LABA/RUGI (misalnya: penjualan, harga pokok penjualan, biaya operasional, bunga, pajak, terlalu besar/ terlalu kecil) maka yang dikoreksi adalah: aktiva lancar, lawan retained earning (laba ditahan).

Contoh :

Pada tahun 2007, penjualan kredit terhadap PT. A terlalu besar Rp. 1,000,000 diakui, diketahui baru pada bulan Januari 2008. Maka diperlukan jurnal koreksi sebagai berikut:

[-Debit-]. Retained earning = Rp. 1,000,000
[-Credit-]. Piutang Dagang = Rp. 1,000,000

Penjelasan :

Penjualan kredt yang diakui terlalu besar akan mengakibatkan laba bersih (net earning) terlalu besar pula. Andai saja kekeliruan ini diketahui sebelum penutupan buku (sebelum 31 Desember 2007) tentunya hal ini diatasi dengan melakukan adjustment terhadap rekening penjualan lawan piutang dagang. Akan tetapi karena buku telah ditutup, sehingga penjualan telah berubah menjadi net earning, sedangkan net earning telah berpindah ke rekening retained earning pada neraca. Untuk itu yang harus dilakukan adalah koreksi seperti di atas.

(-). Apabila koreksi diperlukan terhadap rekening-rekening yang terdapat pada kelompok rekening NERACA (misalnya: kas, piutang, persediaan, aktiva tetap, utang dagang, pinjaman, modal), maka yang dikoreksi adalah: rekening yang hendak dikoreksi dilawankan dengan rekening NERACA yang lain.

Contoh :

Pada tahun 2007, pembelian mesin diakui Rp. 7,000,000 terlalu besar dari yang seharusnya, beban penyusutan pun menjadi Rp. 300,000 terlalu besar diakui, baru diketahui pada bulan Januari 2008. Maka diperlukan jurnal koreksi sebagai berikut:

[-Debit-]. Cash = Rp. 7,000,000
[-Debit-]. Accum. Deprec. = Rp. 300,000
[-Credit-]. Machinaries = Rp. 7,000,000
[-Credit-]. Retained earning = Rp. 300,000

Penjelasan :

Perolehan mesin yang diakui terlalu besar akan mengakibatkan pengakuan biaya penyusutan mesin terlalu besar pula, sehingga laba bersih (net earning) terlalu kecil diakui. Jika saja kekeliruan ini diketahui sebelum penutupan buku (sebelum 31 Desember 2007) tentunya hal ini diatasi dengan melakukan adjustment terhadap rekening mesin (aktiva tetap) lawan kas, dan rekening beban penyusutan lawan laba bersih (net earning) secara langsung. Akan tetapi karena buku telah ditutup, sehingga net earning telah berpindah ke rekening retained earning pada neraca. Untuk itu yang harus dilakukan adalah koreksi seperti di atas.

Mudah-mudahan artikel ini dapat memberikan pemahaman yang lebih, dan dapat menghapuskan kebingungan untuk membedakan antara PENYESUAIAN, REKLASIFIKASI maupun KOREKSI. Dan dapat melakukannya dengan benar.

Jika diantara rekan-rekan pembaca ada yang mengalami kesulitan mengenai adjustment, reklasifikasi maupun koreksi, bisa disampiakn disini. Kalau masalahnya cukup rumit atau panjang yang memerlukan penjelasan yang panjang pula, silahkan menulis komentar. Saya akan usahakan untuk membantu memberikan penjelasan.

Selamat bekerja, dan menyongsong tahun baru !.

Selengkapnya...

Secara umum, Pengendalian Intern merupakan bagian dari masing-masing sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman pelaksanaan operasional perusahaan atau organisasi tertentu.

Sedangkan Sistem Pengendalian Intern merupakan kumpulan dari pengendalian intern yang terintegrasi, berhubungan dan saling mendukung satu dengan yang lainnya.
Di lingkungan perusahaan, pengendalian intern didifinisikan sebagai suatu proses yang diberlakukan oleh pimpinan (dewan direksi) dan management secara keseluruhan, dirancang untuk memberi suatu keyakinan akan tercapainya tujuan perusahaan yang secara umum dibagi kedalam tiga kategori, yaitu :


a) Ke-efektif-an dan efisiensi operasional perusahaan
b) Pelaporan Keuangan yang handal
c) Kepatuhan terhadap prosedur dan peraturan yang diberlakukan


Suatu pengendalian intern bisa dikatakan efektif apabila ketiga kategori tujuan perusahaan tersebut dapat dicapai, yaitu dengan kondisi :

a) Direksi dan manajemen mendapat pemahan akan arah pencapain tujuan perusahaan, dengan, meliputi pencapaian tujuan atau target perusahaan, termasuk juga kinerja, tingkat profitabilitas, dan keamanan sumberdaya (asset) perusahaan.

b) Laporan Kuangan yang dipublikasikan adalah handal dan dapat dipercaya, yang meliputi laporan segmen maupun interim.

c) Prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan sudah ditaati dan dipatuhi dengan semestinya.


Struktur Pengendalian Intern

Sruktur pengendalian intern terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu :

(1). Lingkungan Pengendalian
Merupakan dasar dari komponen pengendalian yang lain yang secara umum dapat memberikan acuan disiplin. Meliputi : Integritas, Nilai Etika, Kompetensi personil perusahaan, Falsafah Manajemen dan gaya operasional, cara manajmene di dalam mendelegasikan tugas dan tanggung jawab, mengatur dan mengembangkan personil, serta, arahan yang diberikan oleh dewan direksi.

(2). Penilaian Resiko
Identifikasi dan analisa atas resiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan yaitu mengenai penentuan “bagaimana resiko dinilai untuk kemudian dikelola”. Komponen ini hendaknya mengidentifikasi resiko baik internal maupun eksternal untuk kemudian dinilai. Sebelum melakukan penilain resiko, tujuan atau target hendaknya ditentukan terlebih dahulu dan dikaitkan sesuai dengan level-levelnya.

(3). Aktivitas Pengendalian
Kebijakan dan prosedur yang dapat membantu mengarahkan manajemen hendaknya dilaksanakan. Aktivitas pengendalian hendaknya dilaksanakan dengan menembus semua level dan semua fungsi yang ada di perusahaan. Meliputi : aktifitas-aktifitas persetujuan, kewenangan, verifikasi, rekonsiliasi, inspeksi atas kinerja operasional, keamanan sumberdaya (aset), pemisahan tugas dan tanggung jawab.

(4). Informasi dan Komunikasi
Menampung kebutuhan perusahaan di dalam mengidentifikasi, mengambil, dan mengkomukasikan informasi-informasi kepada pihak yang tepat agar mereka mampu melaksanakan tanggung jawab mereka. Di dalam perusahaan (organisasi), Sistem informasi merupakan kunci dari komponen pengendalian ini. Informasi internal maupun kejadian eksternal, aktifitas, dan kondisi maupun prasyarat hendaknya dikomunikasikan agar manajemen memperoleh informasi mengenai keputusan-keputusan bisnis yang harus diambil, dan untuk tujuan pelaporan eksternal.

(5). Pengawasan
Pengendalian intern seharusnya diawasi oleh manajemen dan personil di dalam perusahaan. Ini merupakan kerangka kerja yang diasosiasikan dengan fungsi internal audit di dalam perusahaan (organisasi), juga dipandang sebagai pengawasan seperti aktifitas umum manajemen dan aktivitas supervise. Adalah penting bahwa defisiensi pengendalian intern hendaknya dilaporkan ke atas. Dan pemborosan yang serius seharusnya dilaporkan kepada manajemen puncak dan dewan direksi.


Kelima komponen ini terkait satu dengan yang lainnya, sehingga dapat memberikan kinerja sistem yang terintegrasi yang dapat merespon perubahan kondisi secara dinamis. Sistem Pengendalian Internal terjalin dengan aktifitas opersional perusahaan, dana akan lebih efektif apabila pengendalian dibangun ke dalam infrastruktur perusahaan, untuk kemudian menjadi bagian yang paling esensial dari perusahaan (organisasi).


Istilah-istilah penting dalam Pengendalian Intern

Kondisi Terlaporkan (Reportable Condition)
Istilah lainnya adalah Defisiensi Signifikan, kedua istilah ini dipergunakan dalam mendefinisikan suatu kondisi yang defisiensi secara signifikan di dalam rancangan atau operasional atas pengendalian intern yang mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam melakukan pencatatan, proses, mengkompilasi dan melaporkan data keuangan yang konsisten dengan asersi manajemen di dalam laporan keuangan perusahaan. Defisiensi signifikan yang luas dapat mengakibatkan Kelemahan Material (Material Weakness).

Kelemahan Material (Material Weakness)
Didefinisikan sebagai kondisi yang terlaporkan dimana rancangan atau opersional dari salah satu atau lebih pengendalian intern-nya tidak mampu mengurangi atau menurunkan suatu resiko ringan atau salah penyajian yang disebabkan oleh kesalahan atau penggelapan yang jumlahnya relatif material kaitannya dengan laporan keuangan yang jika di audit akan dapat ditemukan, akan tetapi tidak terdeteksi dalam periode yang sama oleh pegawai dalam pelaksanaan pekerjaan secara normal.

Kompensasi Pengendalian (Compensating Control)
Ada beberapa perusahaan yang karena skala usahanya memang termasuk kecil, mengakibatkan perusahaan tidak memungkinkan untuk melaksanakan pengendalian intern yang sederhana sekalipun (misalnya : pemisihan tugas atau fungsi). Adalah penting bagi manajemen untuk melakukan kompensasi terhadap bagian yang pengendaliannnya lemah atau tidak dapat berjalan untuk suatu kurun waktu tertentu. Dalam hal internal manajemen telah melakukan kompensasi untuk menutupi kelemahan pengendalian tersebut, internal auditor seharusnya tidak melaporkan kelemahan tersebut sebagai material weakness, bahkan reportable condition sekalipun, hendaknya disesuaikan dengan sekala perusahaan.


Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern

Penting untuk dipahami bahwa : Sistem Pengendalian Intern yang efektif TIDAK MEMBERIKAN JAMINAN ABSOLUT akan tercapainya tujuan perusahaan. Secara sederhananya dapat dikatakan bahwa SITEM PENGENDALIAN YANG HANDAL TIDAK BISA MENGUBAH MANAJER YANG BURUK MENJADI BAGUS. Akan tetapi Sistem Pengendalian Intern yang handal dan efektif dapat memberikan informasi yang tepat bagi manajer maupun dewan direksi yang bagus untuk mengambil keputusan maupun kebijakan yang tepat untuk pencapaian tujuan perusahaan yang lebih efektif pula.


SISTEM PENGENDALIAN INTERN YANG EFEKTIF BUKAN MERUPAKAN JAMINAN AKAN KESUKSESAN BAHKAN KELANGSUNGAN HIDUP PERUSAHAAN SEKALIPUN.

SISTEM PENGENDALIAN INTERN BERFUNGSI SEBAGAI PENGATUR SUMBERDAYA YANG TELAH ADA UNTUK DAPAT DIFUNGSIKAN SECARA MAKSIMAL GUNA MEMPEROLEH PENGEMBALIAN (GAINS) YANG MAKSIMAL PULA dengan pendekatan perancangan yang menggunakan ASAS COST-BENEFIT.

Suatu sistem handal macam apapun selalu memiliki celah kelemahan. SISTEM PENGENDALIAN INTERN pun bisa dimanfaatkan oleh personil tertentu untuk kepentingan pribadinya dengan mengeksploitasi kelemahannya.


Pihak-pihak Yang Bertanggungjawab Terhadap Sistem Pengendalian Intern

Semua pihak di dalam perusahaan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan sistem pengendalian intern. Namun demikian, secara struktural pihak-pihak yang bertanggung jawab dan terlibat langsung dalam perancangan dan pengawasan Sistem Pengendalian Intern meliputi :

Chief Executive Officer (CEO)
Chief Financial Officer (CFO)
Controller / Director Of Accounting & Financial
Internal Audit Comitee


Catatan :

Jika tidak ada hambatan, saya akan membuat satu contoh MODEL RANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN yang mudah-mudahan bisa dijadikan contoh dalam penyusunan Sistem Pengendalian Intern maupun perancangan alat ujinya. Tetapi ini butuh waktu, mungkin sedikit agak lama.
In the meantime, saya akan tetap memposting artikel-artikel maupun tips-tips AKUNTANSI, KEUANGAN dan PERPAJAKAN yang mudah-mudahan akan tetap LEBIH ADVANCE, sekaligus APLIKATIF.

Selengkapnya...

Benarkah ACCOUNTING & FINANCE Department hanya sebuah SUPPORT CENTER (service center) dan COST CENTER?. Salah satu fungsi data keuangan adalah sebagai sumber data analysis dan pengendalian keuangan serta kinerja. Jika tahu bagaimana cara membuatnya berfungsi maksimal, sesungguhnya data keuangan memang pantas untuk menjadi top priority dalam keseharian kerja kita di accounting & finance. How?



DO WE “REALLY” KNOW HOW TO UTILIZE’em to a maximum level?

Atau (bahasa politic yang popular):

Apakah kita tahu bagaimana “memberdayakan” fungsi accounting dan keuangan sampai ke tingkat yang maksimal?

Dengan mengetahui arti penting dan tahu cara mem-fungsi-kan data-data yang begitu di-confidential-kan oleh perusahaan manapun, kita akan tahu bagaimana mengumpulkan (collecting), mengakui (recognizing), mengklasifikasikan (classifying), melaporkan (summarizing & reporting) dan……jangan lupa menganalisa (analyzing) & pengendalian (controlling) dengan lebih baik, dan menjadikan data-data accounting menjadi sumber informasi yang paling akurat, dapat di handalkan, menjadi cost-cutter leader, dan….

Dan ujung dari itu semua, akan membuat accounting/finance dept:

[-]. Menjadi salah satu department yang paling disegani (if not scaring).

[-]. Tidak lagi menjadi bahan cibiran bahwa Accounting/Finance Dept tak lebih dari sebuah “Support Center” dan “Cost Center”.

[-]. Tidak lagi hanya dibaik-baikin kalau mereka (read:pegawai lain) akan minta cash advance (=cash bon?).

[-]. Tidak lagi dianggap departemen yang hanya (excuse my french) “makan gaji buta” karena setiap hari kerjanya hanya di belakang computer memindahkan mouse pointer dari ujung screen atas kebawah - keatas lagi - kebawah lagi dari jam 8 am sampai jam 5 pm.

[-]. Tidak lagi menjadi prioritas terakhir dalam rencana kenaikan gaji pegawai.


So you wanna questioning me “How?”

Kunci dari semua itu adalah bagaimana kita dapat mengubah image “accounting—hanyalah—support-cost center” menjadi “Accounting—sebagai—Lead Center”. Information center that other department can’t life without, sumber data yang membuat department lain bahkan the whole organization tidak bisa bekerja tanpa accounting & finance dept.

That sounds daunting eh?, or too good to be true?, but lets talk about this a bit more and go to the details later.

Sebelum saya lanjut ke bagian “what?”, “why?”, dan “How?” –nya, saya akan bercerita sedikit mengenai pengalaman pribadi saya terkait dengan topic ini.

I don’t mean to insult anybody (party) for whatsoever. Tidak bermaksud menyinggung, no, tolong jangan di salah artikan. Samasekali di luar context itu. Ini adalah topic ilmiah, dan saya hanya ingin berbagi pengalaman, sharing opini, yang sukur-sukur kalau bisa menambah wawasan berpikir, membesarkan hati, memberi semangat, atau memberi inspirasi? Amin!

Suatu sore-petang, few years ago (kalau tidak salah di awal tahun 2006-an), selepas jam kantor ada acara makan bersama, termasuk semua manager dan assistant dari bagian lain tentunya.

Selesai makan, tentu masih ada sisa waktu santai untuk berbincang-bincang sambil menghabiskan minuman, Hingga kami terlibat obrolan seru (yang bagi saya adalah mengasik-kan) karena topic-nya tergolong ilmiah.

Berikut adalah obrolan kami waktu itu. Pembicara saya singkat menjadi intial huruf dari sebuah jabatan (karena saya belum minta ijin beliau-beliau untuk memuat namanya di sini).

MM = Marketing Manager
PM = Production Manager
WSM = Warehousing & Shipping Manager
HRM = HRD Manager
RDM = Research & Development Manager
FC = Financial Controller

(Yang terlibat obrolan waktu itu hanya: HRM, PM, WSM & MM dan FC, sedangkan RDM sudah pamit pulang duluan, obrolan dimulai oleh HRM….)

[HRM]: Pak FC, thanks sudah men-treat kita-kita, sekaligus congratulation untuk gaji pertamanya, semoga betah bergabung dengan kita-kita.

[FC]: You’re welcomed, thanks for supporting.

[PM]: Dan mudah-mudahan ini bukan gaji pertama sekaligus gaji terakhir ya pak…:P

(Sulit ditangkap apa maksudnya, tapi “a weird statement indeed”, sambutan yang hangat saya pikir :-) ).

[FC]: Wah kenapa begitu?, maksudnya bagaimana?

[PM]: Begini pak FC, Accounting Manager yang dahulu, hanya bertahan 1 bulan, nah saya berharap accounting manager yang sekarang lebih baik dari itu.

[FC]: Mengapa bisa begitu?

[PM]: Mungkin beliau (Accounting manager yang dahulu) menyadari posisinya?

(Lagi-lagi statement pak PM sulit untuk dipahami)

[FC]: menyadari posisinya?, maksudnya?

[PM]: Yah…. bagian keuangan (Accounting/Finance), kan hanya support center yang cenderung ke cost center lah ya….

(Wah mulai hangat suasananya. Tetapi menarik, topic beralih ke “Performance Audit”, salah satu topic favourite saya).

[FC]: I see…… so….?

[PM]: Nah kalau kita-kita kan targetnya jelas, prestasi jelas bisa diukur

[FC]: I see… wah bagaimana tuh cara mengukurnya?

[PM]: Makin banyak volume produksi, makin berprestasi…

[FC]: Quality?

[PM]: Kalau masalah quality, mengacu ke AQL saja

(AQL= Accepted Quality Level, nama standarisasi untuk mutu product, dimana jumlah barang tidak lolos Quality Control tidak boleh melebihi percentage tertentu yang telah ditentukan oleh Quality Assurance Association).

[FC]. Kalau PLT? how good do you improve that?

(PLT = Production Lead Time = Lamanya waktu penyelesaian pesanan)

[PM]: zzzz….. (mengisap rokok tanpa menjawab)

[FC]: Kalau MM, bagaimana mengukur prestasi Marketing Dept?

[MM]: Kami Revenue Center, ya jelas dari SUM OF SALES lah

(Sum Of Sales = Total Penjualan dalam USD/IDR)

[FC]: Customer Satisfaction?, Conversion Rate? Rasio antara new order dengan repeat order? Bagaimana?

(Conversion Rate dalam marketing = rasio calon pelanggan dan pelanggan musiman yang bisa di-convert/diubah menjadi pelanggan tetap)

[MM]: :-) (Cuma nyengir)

[FC]: Kalau HRM & WSM bagaimana mengukurnya?

[HRM]: ;-) (Cuma nyengir)

[WSM]: Kalau saya sih, makin banyak barang yang bisa selesai di-packing dan di berangkatkan makin bagus.

[FC]: Fungi? Moulding? Ground handling?, L/C discrepancies? custom clearance?

(Sepi sesaat…….sampai ketika….ini bagian yang penting diperhatikan)

[PM]: Kalau FC gimana caranya mengukur prestasi bagian keuangan?, bukannya nanti ujung-ujungnya toh mengeluarkan uang, dan tidak mungkin menghasilkan uang, bukan?

(wah lumayan pedas…)

[FC]: Mengukur prestasi bagian keuangan… sebagai support center yang cenderung cost center……(dengan nada menyindir) makin sering saya dan anak-anak accounting/keuangan menemukan anda-anda itu melakukan fraudulence (korupsi dan penyelwengan) atau melakukan aktivitas yang tidak effisien dan merugikan, ya makin berpretasi.

[PM]: pak FC bercanda, yang pegang uang kan anda, bukan saya, bagaimana saya bisa korupsi?

[FC]: pak, corruption & fraudulence itu bentuknya bisa macam-macam, korupsi waktu, menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, insider trading (perusahaan dalam perusahaan), me-redirect customer keluar rantai penjualan kita, data theft, information theft, supplier brabe, dan 1001 bentuk lainnya.

[PM]: Apakah itu suatu prestasi?, apakah itu menghasilkan pendapatan?

[FC]: Yang dibutuhkan oleh perusahaan bukan pendapatan, bukan jumlah (volume) produksi, bukan juga penjualan (sales), bukan jumlah container yang bisa di shipped-out. Yang dibutuhkan perusahaan adalah “PROFIT”, “VALUE ADDED”.

[MM]: Hubungannya dengan korupsi, penyelewengan & effisiensi?

[FC]: Profit & value added tidak hanya bisa diperoleh dengan meningkatkan volume produksi dan nilai penjualan, tetapi juga bisa diperoleh dengan menekan cost, meningkatkan effisiensi, mencegah kebocoran. Tanpa itu, semua product yang dihasilkan maupun dijual adalah kesia-siaan.

[PM]: Tetapi waktu kita kuliah, rasanya yang menjadi tolak ukur prestasi production dept hanya jumlah (volume) product yang dihasilkan, makin banyak makin bagus. Apakah pak FC sudah lupa itu?

[FC]: Benar sekali, tetapi approach seperti itu berlaku dahulu waktu industry dan usaha masih “Product oriented” dimana sources (sumber daya) masih melimpah, rasio supply-demand masih kecil, jumlah permintaan masih lebih besar dibandingkan jumlah product yang tersedia dan competition masih sangat rendah. Tetapi di masa sekarang ini, di era kompetisi yang begini ketat, dan sources yang semakin berkurang, usaha sudah harus “Market Oriented & Profit oriented.


Nah sampai di sini saya penggal bentuk percakapannya. Berangkat dari mini serie derama tadi, kita akan ulas dan bahas “How to broaden and maximize the accounting/finance function” atau bahasa politic kita di Indonesia “Bagaimana memberdayaken bagian accounting & keuangan”, yang sebenarnya juga saya intisarikan dari penjelasan panjang lebar saya terhadap colleagues saya waktu itu.

Maximizing (baca:memberdayakan) fungsi accounting dan keuangan kuncinya adalah MELIHAT GAMBARAN OPERASIONAL PERUSAHAAN SECARA KESELURUHAN, see the big picture, the whole process, dari awal siklus hingga akhir dan kembali ke awal lagi. Dari gambar besar, baru kita masuk ke bagian-bagian kecilnya yang lebih detail.

Misalnya:

[-]. Untuk perusahaan jasa : dimulai dari kegiatan perancangan dan perencanaan penjualan jasa, marketingnya, proses pembuatan contract jasa, proses penyerahan jasa beserta follow-up-nya, proses pembayaran beserta follow-up-nya, hingga client meminta jasa kembali untuk yang kedua kalinya, kontrak baru ditandatangani dan seterusnya.

[-]. Untuk perusahaan dagang: dimulai dari kegiatan promosi, pemesanan barang ke vendor (supplier), menerima pesanan barang, hingga barang diserahkan….dan seterusnya sampai proses promosi kembali.

[-]. Untuk perusahaan manufaktur (industry): mulai dari proses research & development (penelitian dan rancang—bangun), promosi dan marketing, proses penjualan, perencanaan produksi, proses produksi, barang di serahkan (dikirimkan), proses pembayaran (penagihan), repeat order (back order), hingga proses research development kembali.

Dengan memahami keseluruhan proses operasional dari awal hingga ke awal lagi, akan membuat kita lebih waspada dan peka (aware) terhadap semua aktifitas operasional perusahaan.

Dan pemahaman alur operasional perusahaan diintegrasikankan (integrating) dan disinergikan (combining), dan laverage dengan:

[-]. Aktifitas pengendalian

direalisasikan dengan;

[-]. Audit keuangan dan audit kinerja

adalah kunci dari pemberdayaan accounting/finance department. Kedua hal tersebut menurut saya adalah pilar untuk dapat memberdayakan accounting/finance department, yang artinya; accounting/finance dept hanya bisa disegani dan dihargai dengan semestinya apabila dapat melaksanakan “minimal” kedua fungsi tersebut secara maksimal.


Pengendalian (Controlling) - Sekilas

Membandingkan antara apa yang dipahami dalam proses operasional dengan realisasi transaksi mungkin akan membuat kita terkejut dan terkaget-kaget, menemukan banyaknya perbedaan, penyimpangan dan keanehan yang terjadi. Berangkat dari data itulah proses “cost-cutting (pemangkasan cost/biaya) approach" dan bentuk pengendalian lainnya dirancang dan diterapkan tentunya.

Essence dari pengendalian adalah memastikan semua sumberdaya perusahaan (keuangan & manusia) dipergunakan secara effisien guna dapat mencapai tujuan perusahaan (Company’s objective), yang secara umum tentunya menghasilkan GAIN (keuntungan dalam berbagai bentuk) yang maksimal.

Contoh: (dari percakapan di atas)

Dikatakan oleh production manager [PM] bahwa prestasinya diukur dari jumlah (volume) product yang dihasilkan. Tahun kemaren berhasil memproduksi 10,000 unit, tahun ini bisa memproduksi 15,000 unit.

Apakah itu sudah prestasi?, kalau iya, berapa besar prestasinya jika di convert ke rupiah/dollar?. Sudahkah semua fasilitas, peralatan, mesin, tenaga kerja dan raw material dipergunakan dengan tingkat efficiency yang maksimal?. Berapa nilai tambah (value added) yang telah diberikan kepada perusahaan dari setiap unit product yang dihasilkan?

Tingkat effisiensi tentunya dapat diukur dengan cara membandingkan antara cost/expense yang timbul dengan nilai product yang dihasilkan. Sedangkan nilai tambah-nya (value added) diukur dengan membandingkan antara Gross Margin (GM) periode sebelumnya dengan Gross Margin saat ini. Selisih itulah merupakan realisasi value added yang berhasil dibuat (sebuah prestasi) untuk periode ini. Penilaian tingkat effisiensi dilakukan dengan jalan melakukan “Audit Keuangan”, disinilah accounting/finance department mengambil peranan, MENJADI LEADER.

Kesimpulan:

Menjadikan volume (jumlah) product yang dihasilkan sebagai ukuran prestasi adalah sebuah tanda tanya, “a premature contribution recognition”, mengakuan kontribusi yang terlalu dini, masih perlu diukur lebih jauh lagi.


Audit Kinerja (Performance Audit) – Sekilas

Salah satu perwujudan dari aktifitas pengendalian adalah audit kinerja, yaitu mengukur dan menilai kinerja semua element (personal) perusahaan, mulai dari level yang paling bawah hingga ke level yang paling atas.

Tujuan utama dari audit kinerja (audit performance) adalah:

[1]. Memastikan setiap rupiah/cent yang dibayarkan ke setiap personal (pegawai) perusahaan adalah rupiah/cent yang memang benar-benar PANTAS untuk dibayarkan tidak under-paid ataupun over-paid). Kata “pantas” disini bermakna 2, yaitu:

(a). Pegawai/pekerja memang telah menerima angka yang wajar diterima sebagai hak atas kontribusi yang diberikannya kepada perusahaan.

(b). Jasa kerja yang diserahkan oleh pegawai (pekerja) memang sudah setimpal dengan kompensasi (gaji/upah, incentive, uang lembur, uang makan, dan bentuk reward lainnya) yang diterimanya.

Intinya adalah membandingkan setiap rupiah/cent yang dibayarkan untuk tenaga kerja & pegawai dengan setiap jenis kontribusi yang diterima oleh perusahaan.

[2]. Mengidentifikasi dan mencari pemecahan masalah terkait dengan pemberdayaan setiap pegawai, section, department dan perusahaan secara keseluruhan agar dapat memberikan kontribusi yang maksimal ke arah pencapian goal perusahaan.


Kedua fungsi itu sudah merupakan TICKET yang cukup untuk dapat memberdayakan accounting/finance department. Dan itu semua hanya akan bisa terlaksana apabila kita:

[-]. Betul-betul memahami alur proses operasional perusahaan dengan baik (the more detail, the better it is).

[-]. Memiliki data keuangan yang akurat, dapat dipercaya dan dihandalkan. Sehingga bisa dijadikan data analysis yang akurat, dijadikan navigasi oleh setiap department di perusahaan untuk operasional berikutnya.

[-]. Melakukan analisa dan pengendalian yang ketat atas setiap aktifitas yang ada.

Tentu saja itu bukan pekerjaan yang mudah dan cepat bisa dilaksanakan, diperlukan:

[-]. Kesungguhan
[-]. Consistency dan persistency

Di posting saya yang lainnya nanti, mungkin kita akan bahas mengenai : BASIC ANALISA LAPORAN KEUANGAN, yang mudah-mudahan bisa dijadikan bekal dasar untuk bisa memberdayakan accounting/finance department ditempat kerja masing-masing dimasa-masa yang akan datang.

Apakah benar accounting/finance departement hanya merupakan SUPPORT CENTER dan COST CENTER? Well tergantung, apakah accounting/finance sudah bisa melakukan fungsi-fungsinya atau belum.

Selengkapnya...

Pada Laporan Keuangan Konsolidasi-1, sudah dijelaskan dabagaimana membuat Laporan Keuangan Konsolidasi jika nilai wajar (fair value) asset dan liabilities perusahaan investee SAMA DENGAN book value (nilai bukun)-nya. Di posting ini saya akan bahas bagaimana membuat Laporan Keuangan Konsolidasi jika "Asset & Liabilities fair value" perusahaan investee TIDAK SAMA dengan nilai buku-nya.



Dalam kasus akuisisi aktiva bersih, tentunya perusahaan investee akan memberikan laporan keuangan dengan nilai asset yang sesuai dengan nilai buku-nya, tanpa memperhitungkan apakah nailai bukunya sesuai dengan harga pasar atau belum. Akan tetapi pihak investor pastinya tidak akan percaya begitu. Disinilah perlunya menggunakan jasa appraisal independent untuk melakukan penilaian (re-valuation), guna memperoleh nilai yang wajar (fair value). Nilai wajar yang dimaksudkan disini adalah sesuai dengan harga pasarnya. Itulah sebabnya mengapa nilai wajar (fair value) kadang juga disebut dengan “Nilai Pasar (Market Value)”. Walaupun re-valuation telah dilakukan oleh appraisal independent, tetap saja nilai wajar yang dihasilkan masih berupa estimasi.
Regardless apakah hasil revaluasi sudah mencerminkan fair value atau belum, akhirnya yang menjadi penentu deal atau tidaknya transaksi masih berpulang kepada calon investor yang akan melakukan final judgement & decision. Kenyataan-nya, dari begitu banyaknya kasus akuisi yang telah terjadi, tidak sedikit acquirer (investor) yang bersedia membayar lebih dari fair value.


Kuncinya:

Dalam kasus akuisisi aktiva bersih, jika fair value aktiva bersih perusahaan investee (terakuisisi) TIDAK SAMA dengan nilai bukunya, maka aktiva dan kewajiban perusahaan investee yang dapat diidentifikasi di catat sebesar fair value-nya. Selisih antara fair value aktiva bersih dengan harga beli (yang dibayarkan) di akui sebagai GOODWILL.


Contoh:

Masih memakai kasus yang saya pakai di Konsolidasi 1, untuk itu saya hadirkan kembali Balance Sheet kedua perusahaan sebelum proses akuisisi terjadi, seperti dibawah ini:


Hanya saja, saya akan tambahkan :

Fair ValueInventory-nya adalah $ 120,000
Fair Value “Equipment (net)”-nya adalah $ 400,000

Jika saya masukkan ke dalam spreadsheet, perkiraan nilai wajarnya seperti dibawah in


Dari spreadsheet di atas bisa kita lihat bahwa nilai wajar aktiva bersih PT. Sherrine (S) adalah $ 620,000 (diperoleh dengan cara: Total Asset Fair Value–Libilities Fair Value = $720,000–100,000 = $620,000).

Seperti biasanya, kita buatkan Elimination & Adjustment Journal, dan jurnalnya adalah seperti dibawah ini:

Catatan:

Set jurnal di atas terdiri dari:

[-]. Elimination Journal: Investasi pada company S di eliminasi dengan cara meng-offset-kannya equity perusahaan subsidiary (Comp S), nilainya tetap seperti sebelumnya, yiatu $500,000

[-]. Adjustment Journal: yang di adjust adalah : Selisih fair value dengan book value dan Goodwill ($20,000+$100,000+$80,000) di-offset-kan dengan Investasi Pada Company S ($200,000).

Jika jurnal eliminasi & adjustment di atas kita masukkan ke dalam kertas kertas kerja konsolidasi, maka hasilnya akan seperti di bawah ini:



Up Coming post dari serie Laporan Keuangan Konsolidasi ini adalah: Laporan Keuangan Konsolidasi-3, yang akan berfocus pada akuisi yang didanai dengan cara mengeluarkan saham (tidak dengan cash).



Selengkapnya...

Setelah kita bahas Teori konsolidasi, sekarang saatnya untuk bahas tehnik konsolidasi, bagaimana membuat laporan keuangan konsolidasi. Untuk memastikan topic ini bisa dipahami dengan mudah, saya akan mencoba memberikan penjelasan dari teori dan contoh yang paling sederhana dahulu. Nanti semakin ke belakang akan semakin di kembangkan dengan contoh kasus yang lebih rumit, seiring dengan berkembangnya pemahaman.



Untuk mempersingkat waktu, kita langsung ke persoalan konsolidasi.

Laporan Keuangan Konsolidasi saat akuisi.

Contoh: Pengambil-alihan aktiva bersih

Putra Inc (P) mengambil alih net asset (aktiva bersih) PT. Sherrine (S) dengan cash $500,000. Asumsi: Nilai Buku sama dengan nilai wajarnya/Harga pasarnya (Fair/Market Value). Neraca kedua perusahan sebelum proses akuisi nampak seperti dibawah ini:




Atas akuisi ini, pada buku Putra Inc (Parent Company) di masukkan jurnal:


Karena fair value (nilai wajar) sama dengan nilai bukunya, maka tidak diperlukan re-valuation, dan tidak ada goodwill yang perlu diakui.

Sehingga, Neraca setelah konsolidasi Putra Inc (P) dan Subsidiary akan seperti di bawah ini:


Sesederhana itu? Iya untuk basic-nya. Seperti saya sampaikan di awal, saya akan mulai dengan contoh yang paling sederhana, untuk memastikan benar-benar bisa di pahami dengan mudah. Semakin ke belakang nanti akan semakin di kembangkan contoh dan kasusnya.


Konsolidasi atas Akuisisi Saham (Consolidating Stock Acquisition)

Dalam akuisi saham, perusahaan pengakuisisi hanya akan berurusan dengan pemegang saham (shareholder) dan sama sekali tidak akan berurusan dengan perusahaan investee.

Contoh: Akuisi Saham (Stock Acquisition)

Masih memakai contoh yang pertama tadi, hanya saja yang di beli adalah sahamnya, dan $500,000 dibayarkan kepada pemegang sahamnya.

Atas akuisi saham tersebut, Putra Inc akan mencatat-nya dengan Jurnal:

[Debit]. Investment In Subsidiary S = $ 500,000
[Credit]. Cash = $ 500,000

Jika kita perhatikan, di sini sama sekali tidak mencatat adanya penambahan asset (aktiva) maupun liabilities, melainkan dicatat sebagai investasi saja. Mengapa?

Karena yang di akuisi hanya sahamnya saja, yang mana nilai saham sebesar $500,000 adalah cerminan dari nilai net assetnya (aktiva bersihnya) juga. Dalam hal ini hak kendali di peroleh dengan membeli saham PT. Sherrine (S Company).

Untuk membuat Neraca konoslidasinya, maka kita perlu buatkan kertas kerja seperti di bawah ini:




Memperhatikan kertas kerja konsolidasi di atas, mungkin anda ingin bertanya:

Mengapa ada eliminasi?

Good question..!

Perlu di sadari bahwa, PT. Sherrine (S) telah menjadi subsidiary Putra Inc. Dan neraca konsolidasi ini dibuat oleh Putra Inc (Bukunya Putra Inc) adalah untuk menyatukan laporan keuangan dua entitas yang tadinya terpisah-pisah, mungkinkah Putra Inc berinvestasi pada perusahaannya sendiri?. Of course not. So elimination is required.

Begitu juga dengan ekuitas pemegang saham perusahaan subsidiary, perlu di eliminasi karena aktiva maupun liabilities nya adalah milik perusahaan (Putra Inc) itu sendiri selaku parent company (bukan ekuitas pihak luar, seperti pada pengambil alihan aktiva bersih).

Adapun jurnal eliminasi-nya adalah sebagai berikut:

[Debit]. Common stock Company S = $ 200,000
[Debit]. Retained Earning Company S = $ 300,000
[Credit]. Investment in Company S = $ 500,000

Saya rasa cukup untuk basic-nya.


Di Laporan Keuangn Konsolidasi serie-serie selanjutnya kita akan kembangkan lagi dengan kasus-kasus yang tingkat complexity-nya lebih tinggi: bagaimana jika nilai buku perusahaan yang di akuisisi tidak sama dengan nilai wajarnya (fair value/Market Value), Bagimana jika akuisisi dilakukan dengan mengeluarkan saham, dengan bond, ada extra ordinary items, bagaimana jika kepemilikan kurang dari seratus persen, bagaimana laporan konsolidasi setelah akuisisi. Tenang saja, ini baru permulaan. Nanti anda akan mendapatkan semuanya. Saya tidak akan setengah-setengah. Tetapi mohon bersabar dahulu. Nanti kita sambung di posting saya berikutnya : Laporan Keuangan Konsolidasi - Part2.



Selengkapnya...

Setelah Merger & Acquisition Accounting - Part 1 dan Merger & Acquisition Accounting - Part 2, sekarang masuk ke TEORI LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI. Penting bagi mereka yang menangani perusahaan yang memiliki subsidiary (anak perusahaan) dan ingin memahami laporan keuangan konsolidasi from the scratch.



Untuk memperoleh pemahaman dan manfaat yang maksimal, saya akan coba untuk men-seimbangkan antara kajian theories dan technical aspects-nya. Adalah mustahil bisa mengaplikasikan sesuatu tanpa mengetahui kajian theory -nya (khusunya bagi mereka yang samasekali belum pernah mengetahui sebelumnya). Dan akan menjadi useless juga jika mengetahui theory tanpa tahu “how to –nya.

Sudah pernah kita bahas di posting sebelumnya (Merger & Acquisition Accounting) penggabungan usaha ada berbagai kemungkinan scheme yang di lakukan sesuai dengan maksud dan tujuan penggabungan. Salah satu maksud penggabungan usaha adalah untuk memperoleh kendali atas perusahaan lain, yang dilakukan dengan cara membeli mayoritas saham investee (perusahaan yang diakuisisi) tanpa membubarkannya (tanpa likuidasi).

Laporan keuangan konsolidasi harus disusun jika salah satu perusahaan yang bergabung memiliki control (kendali) terhadap perusahaan lain. Dalam hal ini tentunya perusahaan investor (acquirer). Pengendalian (control) diasumsikan diperoleh apabila salah satu perusahaan yang bergabung memperoleh lebih dari 50% hak suara pada perusahaan lain, kecuali apabila dapat dibuktikan sebaliknya bahwa tidak terdapat pengendalian walaupun pemilikan lebih dari 50% (IAI 1994). Laporan tersebut tidak boleh menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan dan harus didasarkan pada substansi atas peristiwa ekonomi.

Jika seluruh saham (100%) dibeli, tentu laporan konsolidasi sangat mudah untuk dibuat. Tinggal menggabungkan kedua (ketiga, keempat atau lebih) hasil operasi perusahaan, untuk menghasilkan satu laporan keungan saja (schema perusahaan induk-cabang). Tetapi, persoalan akan timbul ketika acquirer (investor) membeli perusahaan investee (terakuisisi) kurang dari 100%, yang artinya masih menyisakan hak bagi perusahaan investee walaupun mungkin sangat kecil (minor).

Persoalan-persoalan itulah yang menimbulkan berbagai theory dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasi. Sejauh ini sudah ada 3 (tiga) theories, yaitu:

[1]. Proprietary Theory (teori perusahaan induk).

Theory ini adalah yang paling pertama digunakan dalam sejarah teori penyusunan laporan keuangan konsolidasi. Theory ini didasari oleh satu asumsi, bahwa: Laporan keuangan Konsolidasi adalah perluasan dari laporan keuangan perusahaan induk, oleh karenanya harus dibuat dari sudut pandang pemegang saham perusahaan induk. Artinya: laporan keuangan konsolidasi dibuat semata-mata hanya untuk kepentingan stockholder perusahaan induk, dan laba bersih pada laporan keuangan konsolidasi merupakan ukuran laba bagi perusahaan induk saja.

Theory ini menjadi tidak applicable ketika kepemilikan perusahaan induk pada perusahaan investee tidak mencapai 100%. Timbul ketidak-konsisten-an atas perlakuan akuntansinya.

Misalnya:

[-]. Kepemilikan minoritas merupakan kewajiban dari sudut pandang stockholder perusahaan induk (kemepilikan minoritas dimasukkan ke dalam kelompok kewajiban), kenyataannya kewajiban yang dimaksudkan disini bukan kewajiban yang berdasarkan pada konsep kewajiban yang common (=lazim?).

[-]. Laba kepemilikan minoritas dianggap sebagai beban dari sudut pandang stockholder perusahaan induk, beban yang dimaksudkan tidak memenuhi criteria beban yang common.


[2]. Entity Theory (Teori Entitas)

Theory ini mencoba menjawab (memberikan solusi) atas persoalan-persoalan yang timbul pada proprietary theory:

[-]. Entity theory merefleksikan sudut pandang keseluruhan entitas usaha.

[-]. Laba kepemilikan minoritas merupakan distribusi total laba konsilidasi.

[-]. Kepemilikan minoritas merupakan bagian dari equitas pemegang saham konsolidasi.

[-]. Laba dan ekuitas subsididiary (perusahaan anak) ditentukan terhadap seluruh pemegang saham, sehingga total laba dapat di-distribusi-kan secara consisten kepada both stockholder mayoritas dan minoritas.

[-]. Seluruh aktiva bersih preusan anak dikonsolidasikan pada nilai wajarnya, berdasarkan harga yang dibayarkan oleh preusan induk untuk kepemilikannya. Hal ini untuk menjamin konsistensi penilaian atas aktiva bersih kepemilikan both mayoritas dan minoritas.

Bisa dilihat bahwa theory entitas seperti memaksakan seolah olah kepemilikan minoritas (minority owner) berkepntingan atas laporan konsolidasi, padahal kenyataannya tidak. Laba bersih dianggap kompenen dari ekuitas neraca konsolidasi. It sounds irrelevant obviously.

Okay, let’s see the next theory, what they offers about.


[3]. Contemporary Theory (teori kontemporer)

Contemporary berada diantara kedua tehory yang sudah ada sebelumnya (entity & proprietary), hal itu tercermin dari approach yang dipakai dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasi:

[-]. Basically bagi theory ini, laporan keuangan konsolidasi menyajikan posisi keuangan sebagai hasil operasi usaha perusahaan tunggal, tetapi dibuat terutama untuk kepentingan stockholder dan creditor perusahaan induk.

[-]. Laba bersih konsolidasi adalah laba bersih untuk pemegang saham perusahaan induk.

[-]. Laba kepemilikan minoritas adalah pengurang dalam menentukan laba bersih konsolidasi (tetapi bukan beban seperti pada proprietary theory). Ini dianggap sebagai alokasi atas realisasi laba entitas keseluruhan kepada both mayoritas dan minoritas.

[-]. Ekuitas kepemilikan minoritas dianggap bagian dari ekuitas konsolidasi, dilaporkan dalam jumlah tunggal (single amount) karena kemepilikan minoritas tidak akan mengambil manfaat dari disclosure (pengungkapan/pelaporan) konsolidasi.

[-]. Aktiva bersih perusahaan anak dikonsolidasikan pada nilai buku ditambah kelebihan biaya investasi perusahaan induk atas nilai bukunya. Selisih tersebut diamortisasi selama 40 tahun.


Among the pro’s and con’s about the theories, FASB lebih cenderung berada ditengah-tengah, sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting Standard No. 94, FASB memutuskan bahwa:

[-]. Kepemilikan minoritas harus dimasukkan sebagai komponen terpisah dari ekuitas neraca konsolidasi (proprietary theory), BUT then….

[-]. Laba dari kepemilikan minoritas bukan merupakan beban nor kerugian, melainkan sebagai pengurang dari laba bersih konsolidasi dalam menghitung laba kepemilikan mayoritas (entity theory).

[-]. Laporan Keuangan Konsolidasi harus mengungkapkan laba bersih kepemilikan mayoritas dan minoritas.

Okay, saya rasa cukup untuk theories-nya. Coming Up; bagaimana membuat laporan keuangan konsolidasi?, disana akan saya berikan contoh kasus, tentu saja termasuk kertas kerja, hingga menghasilkan laporan keuangan konsolidasi baik pada saat terjadinya akuisisi maupun laporan keungan konsolidasi hasil operasi setelah akuisisi. Itu akan kita bahas di posting saya selanjutnya, yaitu: Laporan Keuangan Konsolidasi – Part 1.



Selengkapnya...

Merger & Acquisition Accounting melibatkan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan; bagaimana transaksinya distrukturisasi, bagaimana kesepakatan (M&A) dicatat, kapan konsolidasi dilakukan. Yang paling penting adalah "bagaimana laporan M&A disusun" agar bisa me-representansi posisi keuangan obyektif baik itu di sisi perusahaan induk (acquirer/parent company) maupun subsidiary (acquire). Artikel ini adalah lanjutan dari Merger & Acquisition Accounting -Part1.


So, you are questioning me “where/what is importance of accounting in M&A areas?”

Here they are:

[-]. M&As require understanding of accounting (no doubt!)

[-]. Need to see “behind the numbers”

[-]. Combining firms results in substantially different financial statements, you should know about how to account this.

[-]. Controversy regarding M&A accounting: Purchase accounting & Pooling-of-interests accounting.

Okay, tapi bagaimana?, saya benar-benar tidak mengerti.

Terimaksih untuk tetap bersabar :-), saya bisa mengerti jika ini sedikit lebih sulit untuk dipahami (terutama bagi rekan-rekan pemula, atau yang basic accountingnya tidak cukup kuat), untuk itu saya tidak menganjurkan agar anda memaksakan diri untuk menyukai ataupun memahaminya. Tapi jika berusaha dan bersabar, percayalah ini tidak akan sesulit yang dibayangkan.

Anyway, from now on, I am going to make it sound easier and faster for you… ;-) just let’s go back to the topic.


Metode pencatatan M&A

Ada 2 (dua) metode pencatatan:

[1]. Purchase Method (Metode Pembelian):
Metode ini mengakui adanya goodwill, dengan nilai goodwill sebesar selisih dari harga beli dan harga wajar aktiva dan kewajiban yang diakuisisi.

Catatan:
Goodwill considered as a factor yang menyebabkan perusahaan dapat memperoleh laba di atas rata-rata. Seperti aktiva lainnya goodwill dinilai berdasarkan biaya perolehan awalnya dari pembeli jika dapat secara objective ditentukan, untuk selanjutnya di amortisasi.

[2]. Pooling of Interest Method (Metode Penggabungan kepemilikan)
Metode ini tidak mengakui adanya goodwill karena tidak ada harga beli, hanya nilai buku yang terbawa (diakui).

FASB No 141 ”Busines Combination” tahun 2001 menyatakan penghapusan “Pool of Interest Method. So sejak statement#141 dikeluarkan, diharapkan semua M&A menggunakan metode pembelian.

Pada prakteknya, masih banyak M&A yang menggunakan Pool of Interest Method.

Know Why it is so......

[-]. Terhindar dari peningkatan biaya depresiasi atas aktiva yang direvaluasi.
[-]. Terhindar dari beban amortisasi goodwill.
[-]. Peningkatan fleksibilitas manajemen terkait dengan dividen.
[-]. Manajemen memiliki kesempatan menciptakan laba yang sebelumnya belum dilaporkan
[-]. Menyembunyikan nilai kepentingan yang diberikan dalam M&A’s
[-]. Melindungi manajemen dari kritik pemegang saham (harga beli aktiva yang lebih tinggi dari nilai wajar aktiva)

Karena Pool Of Interest Method tidak dibenarkan, mungkin pool of interest method tidak perlu saya bahas, let’s focus on the valid method to make it easier & faster.


Mendeterminasi “Nilai Beli” dalam “Purchase Method” M&A

Pembeli memperhitungkan seluruh biaya perolehan sehubungan dengan akuisisi aktiva bersih atau saham perushaan lain sebagai bagian dari harga beli.

Ada beberapa expenditure yang mungkin timbul dari M&A’s:

Direct Expenditure: imbal jasa bagi penemu (finder’s fee), Accounta fee, Lawyer Fee dan Appraisal fee

Expenditure pengeluaran efek: biaya pendaftaran efek, audit, dan hukum sehubungan pendaftaran saham dan komisi pialang.

Indirect & General Expenditure: biaya gaji accountant yang merupakan pegawai perusahaan pengakuisisi dalam M&A’s

Contoh Kasus:

Pada tanggal 1 Januari 2008, Royal Bali Inc. (RBC) membeli semua aktiva dan kewajiban PT. Baik Baik Saja (BBS) dalam satu merger dengan mengeluarkan 10,000 lembar saham PT. Baik Baik Saja dengan nilai nominal $ 10. Saham yang dikeluaran tersebut mempunyai nilai pasar $ 600,000.

Royal Bali Inc mengeluarkan Legal expense dan Appraisal expense sebesar $40,000 sehubungan dengan M&A’s dan biaya pengeluaran saham sebesar $25,000.

Total harga beli saham, sama dengan nilai saham yang dikeluarkan Royal Bali Inc ditambah biaya tambahan yang terjadi sehubungan dengan akuisisi aktiva.

Total Harga Beli dapat dihitung:
Nilai Wajar Saham yang dikeluarkan = $ 600,000
Other Acquisition Cost = $40,000
--------------------------------------------------------
Total Harga Beli = $640,000

Saham yang dikeluarkan oleh Royal Bali Inc untuk melakukan M&A’s dinilai pada nilai wajar dikurangi dengan biaya pengeluaran saham.

Nilai tercatat sahamnya dihitung dengan:
Nilai Wajar Saham yang dikeluarkan = $600,000
Biaya Pengeluaran Saham = ($25,000)
--------------------------------------------------------
Nilai tercatat saham = $575,000


Perbandingan Nilai Buku dengan Nilai Wajar M&A’s melalui pembelian aktiva bersih PT. Baik Baik Saja menjadi sebagai berikut:



Transaksi M&A dicatat dengan jurnal:

[Debit]. Kas dan Piutang = $ 45,000
[Debit]. Persediaan = $ 75,000
[Debit]. Tanah = $ 70,000
[Debit]. Bangunan & Peralatan = $ 350,000
[Debit]. Paten = $ 80,000
[Debit]. Goodwill = $ 130,000

[Credit]. Kewajiban lancar = $ 110,000
[Credit]. Saham biasa = $ 100,000
[Credit]. Tambahan modal disetor = $ 475,000
[Credit]. Biaya merger tangguhan = $ 40.000
[Credit]. Biaya pengeluaran Saham tangguhan = $ 25.000

Catatan:

[-]. Goodwill sebesar $ 130,000 berasal dari total harga beli aktiva bersih dikurangi dengan nilai wajar dari aktiva bersih; $640,000 – $510,000 = $130,000

[-]. Nilai Saham Biasa = $10 x $ 10,000 = $ 100,000

[-]. Tambahan Modal disetor = Nilai tercatat saham–Saham biasa= 575,000-100,000 = $475,000


M&A’s melalui Pembelian Saham (Share Acquisition)

M&A’s yang dilakukan melalui pembelian saham berhak suara dari perusahaan lain bukan melalui akuisisi aktiva bersih disebut dengan SHARE ACQUISITION (read;Acquisition saja).

Contoh kasus:

Royal Bali Inc menukarkan 10,000 lembar sahamnya dengan total nilai pasar $ 600,000 untuk semua saham PT. Baik Baik Saja dalam transaksi pembelian, timbul biaya merger sebesar $40,000 dan biaya pengeluaran saham $ 25,000 yang sebelumnya dicatat dalam Account tangguhan.

Untuk mencatat pembelian saham PT Baik Baik Saja, maka di jurnal:

[Debit]. Investasi pada saham PT. Baik Baik Saja = $640,000
[Credit]. Saham biasa = $100,000
[Credit]. Tambahan Modal disetor = $475,000
[Credit]. Biaya merger tangguhan = $40,000
[Credit]. Biaya pengeluaran saham tangguhan = $25,000


Pelaporan Kepemilikan Antar-Perusahaan

Untuk investasi pada saham biasa, pelaporan kepemilikan antar-perusahaan dapat menggunakan 3 (tiga) method, yaitu:

[-]. Laporan Keuangan Konsolidasi
[-]. Expense Method
[-]. Equity Method

Penerapan metode tergantung pada ”Control Level Factor” yang dimiliki investor pada investee.

[-]. Expense Method: untuk tingkat kepemilikan 0% - 20 % memiliki Control Level yang tidak signifikan.

[-]. Equity Method: untuk tingkat kepemilikan > 20% - 50 % memiliki Control Level yang signifikan.

[-]. Laporan Keuangan Konsolidasi: Tingkat kepemilikan > 50 % memiliki Control Level yang dominant.

Selanjutnya kita bahas satu persatu untuk masing-masing method di atas.


Expense Method

Outlined:

[-]. Dicatat oleh investor berdasarkan biaya historisnya.
[-]. Pendapatan diakui oleh investor jika deviden diumumkan oleh invstee
[-]. Expense Method digunakan ketika investor tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan atau tidak mempunyai pengaruh yang signifikan atas investee, yang disebabkaan besarnya investasi investor ke investee (kurang dari 20%)


Contoh Kasus:

PT. Royal Bali Cemerlang (RBC) membeli 20% Saham biasa PT. Baik Baik Saja (BBS) senilai $100,000 pada awal tahun tetapi tidak memiliki pengaruh sigifikan kepada BBS. Selama tahun berjalan BBS memiliki laba bersih $50,000 dan membayar dividen $20,000.

PT. Royal Bali Cemerlang mencatatnya dengan jurnal:

[Debit]. Investasi pada saham biasa BBS = $100,000
[Credit]. Kas = $100,000
(Catatan: Untuk mencatat pembelian pada saham biaya PT. Baik Baik Saja).

[Debit]. Kas = $4,000
[Credit]. Pendapatan Dividen = $ 4,000
(Catatan: Untuk mencatat pendapatan dividen dari PT. Baik Baik Saja=$20.000 x 20%).

Catatan:

RBC hanya mencatat bagiannya atas laba yang di bagikan oleh BBS dan tidak membuat jurnal untuk bagian yang tidak dibagikan. Nilai tercatat investasi tetap sebesar biaya perolehan awal $ 100,000.


Equity Method (Metode Ekuitas)

Outlined:

[-]. Ditujukan untuk mencerminkan perubahan Equity atau kepemilikan investor dalam investee.

[-]. Investasi dicatat sebesar biaya atau harga perolehan awal dan disesuaikan tiap periode untuk bagian investor atas laba atau rugi investee dan dividen yang diumumkan oleh investee

Equity Method diharuskan penggunaannya untuk pelaporan investasi dalam saham perusahaan jenis berikut ini:

[-]. Corporate Joint Venture: Perush dimiliki dan dioperasikan oleh kelompok usaha kecil, dimana tidak satu pun yang memiliki kepemilikan mayoritas dalam saham biasa joint venture tsb.

[-]. Perusahaan dengan kepemilikan investor atas saham berhak suara, memberikan investor ”kemampuan untuk mempunyai pengaruh signifikan" atas kebijakan operasi dan keuangan perusahaan.


Investor’s Equity Outlined:

Atas “Laba bersih” yang diumumkan oleh perusahaan investee:
[-]. Dicatat pendapatan dari investasi
[-]. Peningkatan account investasi

Atas ”Rugi bersih” yang diumumkan oleh perusahaan investee:
Kebalikan jika “Laba Bersih”

Atas ”Pembagian Dividen” yang diumumkan oleh perusahaan investee:
[-]. Dicatat Kas/Piutang
[-]. Mencatat Penurunan Account investasi

Contoh Kasus:

PT. Royal Bali Cemerlang (RBC) mengakuisisi pengaruh signifikan atas BBS dengan membeli 20% Saham biasa PT. Baik Baik Saja pada awal tahun. BBS melaporkan laba sebesar $60,000 untuk tahun berjalan.

RBC mencatat bagiannya atas laba BBS sebesar $ 12,000 dengan jurnal:

[Debit]. Investasi pada saham BBS = $12,000
[Credit]. Pendapatan dari Investee = $12,000
(Pendapatan dari investasi pada PT. Baik Baik Saja $60,000 x 20% = $12,000)

Catatan:

Jurnal ini disebut sebagai “Accrual Equity” yang biasanya dibuat sebagai Adjustment jurnal pada akhir periode. Apabila investee melaporkan kerugian untuk periode tersebut, investor mengakui bagiannya atas rugi tersebut dan mengurangi nilai tercatat investasi sebesar jumlah porsi kerugian.

Contoh Kasus:

PT. Royal Bali Cemerlang (RBC) mengakuisisi pengaruh signifikan atas BBS dengan membeli 20% Saham biasa PT. Baik Baik Saja pada awal tahun. BBS melaporkan laba sebesar $60,000 untuk tahun berjalan. BBS juga mengumumkan dan membayar dividen sebesar $20,000.

RBC mencatat bagiannya atas dividen BBS dengan jurnal:

[Debit]. Kas = $4,000
[Credit]. Investasi (pd saham PT. Baik Baik Saja)= $4,000
(Penerimaan dividen dari PT. Baik Baik Saja 20% x 20.000)

Pada buku investasi akan kelihatan:

[-]. Biaya Perolehan Awal Investasi = $100,000
[-]. Accrual Equity = $12,000 [=$60,000 x 20%]
[-]. Dividen = ($4,000) [=$20,000 x 20%]
----------------------------------------------------------
Saldo Investasi pada BBS = $108,000


Laporan Keuangan Konsolidasi

Setelah Merger & Acquisition Accounting – Part 2 ini, akan dibahas secara mengkhusus mengenai Laporan Keuangan Konsolidasi yang melibatkan penggabungan untuk pelaporan keuangan aktiva, kewajiban, pendapatan dan beban individual untuk dua atau lebih perusahaan yang berhubungan istimewa seakan-akan adalah satu entity. Termasuk prosedur pengeliminasian semua kepemilikan dan aktivitas antar perusahaan.




Selengkapnya...